Penulis: Dhani Pelupessy
Bagi masyarakat Siri-Sori Islam, tentu kita masih ingat dengan foto dibawah ini

Foto itu diambil oleh anak-anak saat sedang bermain di bibir pantai depan kampung Siri-Sori Islam, sekitar bulan November 2019 lalu. Tak jauh dari lokasi dalam foto tersebut, terdapat batu Sopamenao yang diyakini sebagai kapal milik marga Sopamena yang telah karam di pinggir pantai. Karena sudah begitu lama ditinggalkan oleh pemiliknya, kapal itu kini telah berubah menjadi batu karang.
Dari foto tersebut, kita bisa melihat ada empat “sosok”, serta satu kepala yang tampak muncul di permukaan laut. Empat sosok itu, hingga sekarang, tidak diketahui siapa mereka sebenarnya. Anak-anak yang mengambil foto tersebut pun kaget luar biasa saat melihat hasilnya. Padahal, saat itu hari sudah menjelang magrib dan tidak ada seorang pun yang sedang berenang. Spontan, foto itu mendapat banyak tanggapan dari masyarakat Siri-Sori Islam di platform sosial media, terutama di Facebook. Menurut saya, peristiwa ini sangat menarik.
Ada yang mengaitkan foto tersebut dengan Lahakelalo, yang pada tahun itu (2019) memang sempat menjadi lokasi rekreasi bagi anak-anak dan sebagian warga. Di sekitar Lahakelalo sempat dibangun fondasi sederhana, tujuannya sekadar untuk mempercantik tempat tersebut. Tidak lama setelah itu, muncullah fenomena dalam foto tadi. Konon katanya, hal itu terjadi karena Lahakelalo telah dicemari oleh berbagai aktivitas yang dianggap “tidak menghargai” sang pemilik Lahakelalo itu sendiri. Pemilik Lahakelalo ini, bagi saya, adalah makhluk mistis (atau secara akademis disebut: non-human).
Foto tersebut diduga menampilkan semacam ungkapan “kekesalan” terhadap masyarakat yang telah beraktivitas sembarangan di Lahakelalo. Di hilir sungai Lahakelalo pun telah tercemar oleh buangan sampah plastik. Kasus ini tentu sangat mengganggu sang pemilik, jika kita meyakininya (dalam pengertian budaya). Lokasi Lahakelalo memang berada cukup jauh dari bibir pantai, tepatnya tidak jauh dari gunung Elhau. Untuk mencapai puncak Elhau (kampung keramat), masyarakat pasti akan melewati Lahakelalo. Bagi masyarakat setempat yang memahami adat, Lahakelalo dipercaya sebagai kepala dari sungai yang mengalir di bawahnya. Dengan kata lain, Lahakelalo adalah hulu sungai yang mengalir hingga ke laut.
Konon, Lahakelalo ini juga disebut sebagai “kepala ular”, sementara sungai yang mengalir di bawahnya adalah badannya, dan ujung sungai di bibir pantai merupakan ekor dari ular tersebut. Maka, jika manusia beraktivitas sembarangan di Lahakelalo, imbasnya akan dirasakan hingga ke hilir sungai, yakni di bibir pantai. Yang ingin saya sampaikan di sini adalah bahwa Lahakelalo memiliki unsur mistis yang secara tidak langsung menghubungkan masyarakat Siri-Sori Islam dengan upaya menjaga kearifan alam setempat.
Cerita-cerita rakyat yang mengaitkan unsur mistis dengan relasi manusia dan alam seperti ini banyak kita temui di hampir seluruh wilayah Indonesia. Kepercayaan terhadap makhluk mistis sebagai penjaga atau pemilik suatu wilayah memiliki kekuatan tersendiri dalam mendorong manusia untuk menghargai alam. Foto tersebut, sekilas, menggambarkan hal itu. Jika kita merusak Lahakelalo, maka suatu saat kita akan diberi peringatan oleh sang penunggunya.
Terlepas dari ajaran agama yang kadang meminggirkan unsur-unsur mistis—yang bahkan sering disebut sebagai bid‘ah jika diyakini—sebaliknya mistis ini sebenarnya memiliki daya untuk menuntun manusia agar berbuat baik terhadap alam sekitar. Sampah yang kini berserakan di bibir pantai, menurut saya, perlu kita renungkan bersama, mengapa bisa terjadi seperti itu? Apakah karena masyarakat sudah tidak mempercayai lagi dengan hal-hal mistis, sehingga cenderung bertindak merusak alam?
Orang tua-tua dahulu, selain memiliki keimanan yang tinggi, mereka juga sangat menghargai spirit kebudayaan, salah satunya adalah keyakinan terhadap kehadiran makhluk-makhluk mistis. Karena itulah, mereka tidak pernah sembarangan dalam memperlakukan alam—membuang sampah pun tidak dilakukan begitu saja. Fenomena sampah yang kini memenuhi bibir pantai Siri-Sori Islam, menurut saya, terjadi karena masyarakat mulai meninggalkan unsur-unsur mistis ini. Padahal, unsur-unsur mistik seperti yang terdapat di Lahakelalo memiliki kekuatan untuk mengatur perilaku manusia agar lebih bijak dalam menjaga alam. ●
Discussion about this post