Firdaus, sang pembuka nurani kemanusiaan orang Maluku.
Penulis: Nurlaila Sopamena, dosen UIN AMSA Ambon, aktivis pecinta alam
Malam menuju dini hari pada tanggal 27 April 2025, saya melihat percakapan di grup whatsapp, yang mempertanyakan tentang informasi orang hilang di Gunung Binaiya. Sepintas pikiran, kalaupun benar ada yang hilang, pasti cepat ditemukan. Semenjak informasi hilangnya pendaki asal Bogor, setiap pagi, menjadi sarapan pembicaraan ditemani kopi hitam pahit dan beberapa penggal roti di meja makan bersama keluarga. Hari demi hari berlalu, beberapa grup whatsapp dan media sosial semakin intens tentang Firdaus. Kami pun mencoba mencari jalan untuk mendapatkan logistik yang akan dibawa oleh tim. Kontak kiri kanan, atas bawah, depan belakang, tapi belum berhasil. Sementara tim yang akan turut serta kebanyakan mahasiswa pencinta alam dan masyarakat, jadi otomatis kami berupaya untuk tidak membebani mereka lagi dengan logistik dan transportasi.
Enam hari berlalu, hati masih garu-garu untuk mencari jalan, dan sedih menyeruak dalam hati dan jiwa, pendaki hilang belum ditemukan. Melihat postingan di media sosial, begitu berat rintangan di areal pencarian, naik turun gunung berbatu, kabut dan hujan selalu menyelimuti para pencari, menyusuri sungai yang berkelok, panjang nan berbatu besar, melewati tebing-tebing dan beberapa air terjun, masuk dalam dekapan pekatnya hutan rimba yang jarang sekali manusia masuk di daerah tersebut. Entah dimana dirimu Firdaus. Tak sabar rasanya ingin bergabung dengan mereka, para relawan.

Pada tanggal 3 Mei 2025, berusaha untuk mengajak para pilot drone, saya pun komunikasi intens dengan saudara yang juga Ketua Asosiasi Pilot Drone Indonesia (APDI) regional Maluku Ichan Salatalohy. Gayung bersambut, 10 Mei 2025, kami berdiskusi dengan Ketua dan Anggota APDI. Kami pun harus meminta bantuan dari Kepala Laboratorium Blok Masela UNPATTI ibu Doktor Netty Siahaya, karena dari hasil diskusi, lebih efektif pencarian dengan menggunakan drone thermal. Sedangkan drone thermal tersebut dimiliki oleh UNPATTI Ambon dan juga BASARNAS. Kontak kiri kanan, walhasil 14 Mei 2025, kami bertemu dengan Ibu Kepala Laboratorium yang juga asesor BAN PDM Maluku, beliau sangat responsif dan akan turut membantu dengan mengizinkan membawa drone thermal serta dua operatornya. Kami menjadi lebih semangat untuk bergerak, karena hari semakin melaju cepat. Di hari itupun kami bertemu dengan Kepala Topdam, untuk berdiskusi bersama sambil menunggu keputusan apakah mendapat logistik dari Dinas Sosial Provinsi Maluku. Topdam pun siap membantu dengan akan menyertakan satu anggotanya dengan tim kami.
Di hari yang sama pula, didapatkan informasi bahwa Dinas Sosial akan memberikan bantuan logistik. Saya whatsapp ke Ichan, katong gas sudah. Katong su terlambat ini. Kasihan, sampai hati kalau katong seng bergerak sama sekali. Su dapa logistik dinsos itu su paleng aman. Ichan pun respon, gas ibu.
Akhirnya, 15 Mei 2025, setelah semua persiapan selesai, pada pukul 16.00 WIT, satu mobil sejuta umat alias Avanza berwarna merah, bergerak mengambil logistik/ransum ke gudang Dinas Sosial, dan setelah itu kami, 7 orang, langsung menuju Pelabuhan Hunimua untuk menyeberang ke Pulau Seram pada pukul 19.00 WIT. Sedangkan tim drone dan mahasiswa lainnya akan berangkat keesokan harinya dengan Ichan. Kami tiba di Negeri Tehoru Kecamatan Tehoru pukul 03.00 WIT dini hari di tanggal 16 Mei 2025. Tidur sebentar, melepaskan lelah perjalanan dalam mobil, untuk bergerak lagi selepas sholat jumat. Dan hari itu pun, kami tiba pukul 16.00 WIT di negeri atas awan, Piliana.
Hujan mengguyur Piliana malam itu, tim melakukan pematangan persiapan, berdiskusi lagi dan lagi tentang plot jalur pada peta topografi berdasarkan titik koordinat yang didapat dari tim yang sudah dan masih ada di hutan Binaiya dalam pencarian, menyamakan persepsi dengan tim. Gabungan tim dari mahasiswa dan alumni UNPATTI, alumni IAIN Ambon, para pemuda Negeri Tehoru, masyarakat Negeri Mosso, yang masyarakat ini sudah sangat terbiasa juga melakukan perjalanan ke Gunung Binaiya. Tim yang memang dari awal mendengar informasi sudah bertekad ingin membantu, datang dan melakukan pencarian, namun masih sedikit terhambat di awal dalam mencari logistik.
17 Mei 2025, pukul 08.26 WIT tim bergerak untuk membantu tim pencarian Firdaus yang sebelumnya dari awal sudah dan masih di hutan. Sekitar pukul 13.00 WIT, tim drone tiba di Piliana dengan beberapa mahasiswa yang akan mem-back-up tim drone dalam pendakian pencarian nantinya. Tetiba sekitar pukul 14.30 WIT kami yang di posko Piliana mendengar informasi dari radio penghubung komunikasi bahwa pendaki yang hilang telah ditemukan oleh tim relawan SRU 1 dan SRU 2. Ucap syukur tiada henti dari semua orang yang ada di negeri Piliana, namun tak terasa diri ini semakin sedih dan pilu, beberapa tangisan mulai terdengar, beberapa penyesalan muncul terucap dengan berbagai kisah dan pengalaman dalam proses pencarian ini. Beberapa kemarahan berbalut kecewa pun terungkap. Wahai Tuhan penjaga alam raya ini, kami sadar bahwa betapa kecil kami sebagai manusia, betapa kami mengharapkan yang terbaik dalam pencarian ini. Kami tak kuasa menahan takdir sang Kuasa biar sedetik dari waktu yang dimiliki oleh Penguasa Alam. Dan kami pun ridho dengan ketentuan-Mu, wahai sang Pencipta manusia.

Saya pun melanjutkan komunikasi dengan tim kami yang sudah berada di sekitar shelter Aimoto, bahkan beberapa sudah hampir mendekati puncak Teleuna. Tim pun terbagi menjadi beberapa tim, ada yang tetap di shelter aimoto, ada yang nge-camp di Teleuna, untuk esoknya melanjutkan membantu evakuasi di areal puncak Manukupa kearah lokasi ditemukannya pendaki yang hilang. Di tanggal 18 Mei 2025, gereja Piliana pun ikut berdoa, mendoakan sekaligus bersyukur atas pencarian ini, apapun hasil yang didapat. Tim kami di hutan tetap berjalan untuk mencapai Manukupa dan saling membantu untuk memikul korban. Dari hari kemarin pun, saya mendengar ada dua tim dari negeri Yaputih juga yang sudah menuju Manukupa. Sambil menunggu tim evakuasi secara keseluruhan tiba di Piliana, saya dan tim yang berada di Piliana, mengantar adik Cahya serta ibu dan pamannya kembali ke negeri Tehua. Adik Cahya, yang pada beberapa hari lalu kesurupan, lalu memberikan informasi tentang Firdaus. Ya, dalam pencarian ini, semua unsur terlibat baik dengan cara pencarian langsung dan ataupun dengan cara tradisional sesuai dengan adat istiadat dan budaya pada negeri/desanya masing-masing.
Sekitar tepat pukul 00.13 WIT di tanggal 19 Mei 2025, jenazah pendaki tiba di areal sekolah, negeri Piliana, dan langsung dimasukkan pada ambulans yang sudah standby dari beberapa jam lalu. Tangisan terdengar lebih kencang lagi, terharu pilu menyayat kalbu. Binaiya oh Binaiya. Tim drone mencoba membantu dengan menerbangkan drone untuk membantu pencahayaan dalam perjalanan menuju sekolah tersebut. Mobil-mobil ranger, bantuan dari Pemerintah Daerah Maluku Tengah yang dibawa datang oleh caca Edha Sanaky pun sudah siap untuk membawa pulang para relawan Pencinta Alam ke kota Ambon atau yang berlokasi di Maluku Tengah. Sedih sangat dan menjadi pelajaran terbaik untuk kami, semua para penggiat alam, aparat keamanan, para pemerintah, para stakeholders, masyarakat pedesaan di bawah kaki gunung Binaiya.
Ternyata, pekerjaan relawan tidak hanya sampai di sana, beberapa relawan terlihat masih sibuk untuk telepon dan kirim pesan kiri kanan, juga bapak Kapolsek Tehoru dan anggotanya. Memikirkan dan mencari jalan untuk proses membawa jenazah ke Rumah Sakit di kota Masohi, penyeberangan Ferry Waipirit ke Hunimua, dan penerbangan dari Ambon ke Jakarta, untuk sampai di kota Bogor dengan aman dan lancar. Ichan yang juga bekerja di Direktorat Jenderal Perhubungan Darat UPT.Balai Pengelola Transportasi Darat kelas II Maluku, sudah mendapat respon yang sangat baik dari Kementerian Perhubungan, bahwa untuk urusan pesawat dan cargo sudah dihandel oleh Kementerian Perhubungan. Ichan juga sudah membereskan persoalan Ferry supaya dapat masuk ferry dengan cepat setibanya di Pelabuhan Waipirit. Saya pun bergurau kepada Ichan, setidaknya, walaupun bukan drone yang temukan, biarlah Ichan yang bukakan jalan cepat untuk jenazah melakukan perjalanan darat, laut dan udara ini. Apapun kerumitannya, kami yakin tim besar ini mendapat banyak kemudahan, sehingga Firdaus dapat dengan tenang disemayamkan di daerah asal dia, Bogor, Jawa Barat.
Sekitar pukul 02.00 WIT, tim relawan besar dibawah koordinasi Nazir Rumra, bersama jenazah bergerak menuju kota Masohi dan seterusnya. Saya, Grace, Ramadhan, Ichan dan tim drone lainnya, masih menunggu tim kami yang di hutan yang masih dalam perjalanan menuju Piliana. Sepertinya mereka istirahat di Shelter Yamitala, pikir saya. Benar saja, pada jam 11.00 WIT, tim tiba juga di Piliana yang berjumlah 16 orang. Pukul 14.00 WIT, dengan dua mobil, avanza merah dan mobil Kementerian Perhubungan berangkat pulang kembali ke rumah kami masing-masing. Dan akhirnya 20 Mei 2025, tiba di Pelabuhan Hunimua pukul 12.00 WIT.
Perjalanan ini sangat memberikan makna dan pelajaran tersendiri bagi kami. Rasa kebersamaan, keharuan, terenyuh, kesedihan ini dapat memunculkan rasa solidaritas dan kemanusiaan. Kami tidak mengenal sangat kepada Firdaus, kami tidak tahu siapa dia, latar belakang dia. Yang kami tahu, Firdaus adalah manusia yang sama dengan kita. Firdaus mengajarkan kepada kita tentang implementasi tolong menolong tanpa memandang status dan pangkat. Firdaus membuat kita menangis terharu biru, membuat marah, melepaskan kekecewaan dan kejengkelan kepada siapapun yang berkenaan dengannya. Firdaus, jiwamu abadi untuk kami, semoga tenang dan kembali dalam pelukan pencipta-Mu.
Terimakasih untuk siapapun yang telah membantu, tertulis maupun belum tertulis dalam catatan perjalanan ini.
Ambon, 21 Mei 2025












Discussion about this post